SELALU, HINGGA WAKTU TAK LAGI BERLALU - Sajak Pelukis Jejak

Sajak Pelukis Jejak

Disaat jejak mulai berpijak, Disitulah sajak mulai bersejak.

Selamat Datang di Blog Mata Sami

Monday, December 3, 2018

SELALU, HINGGA WAKTU TAK LAGI BERLALU

Dikala langit sedang bersedih; tangis petir makin merintih, sekawanan awan hitam terus menerus menangis sedih. Air matanya mengalir deras membanjiri atap rumah, lalu kepelimbahan tempatnya berkali-kali jatuh. Seakan tak kenal lelah, tanah yang tadinya gersang kini menjadi basah.

Semesta.. sepertinya kita bersahabat, kau seakan tahu  pikiranku sedang kalut. Kau menyusun taktik dan siasat, agar jemari ini bangkit dari penat, kembali memegang pena lalu mencoret-coret. Entah apa yang akan ku catat, pokoknya aku salut. Konspirasimu ajaib, membuatku bertekuk lutut. Dan setelah merenung sesaat, usai hati dan pikiran berdebat hebat. Jemari tersenyum memegang pena dengan erat, lalu berkata “aku ingin kembali menulis surat”.

Yaa.. konspirasi alam semesta membuatku kembali menulis, melengkapi bait-bait puisi yang dulu pernah ku lukis. Dengan tulus aku tulis, tak berharap tuk kau balas. Biarlah suratku tenggelam dilautan lepas, atau terbentang dilangit yang luas; Menemani mentari dikala siang yang panas, atau bersama bulan mengarungi malam yang buas.

Hanya satu pintaku.. bacalah suratku dengan senyum manis, dan hati yang ikhlas. Dengan begitu aku legah dan puas, seolah suratku terbalas. Rinduku sejenak terhempas, dan penantianku seakan terbalas. Rasa bosan dan jenuh tidak pernah terlintas, bagiku itu tirai penghalang yang mudah aku tembus. Karena selama nafasku berhembus, rinduku untukmu tak akan putus. Penantianku awet tanpa batas, hingga kau dan aku menjadi kita yang tak saling lepas.

Mengawali surat ini, diiringi sebuah doa suci. Izinkanlah aku bertanya perihal dirimu kini, tak perlu kau jawab sekarang tapi nanti. Tak usah kau menyahuti, cukup balas dalam hati. Apa kabar pemilik rindu sejati, aku harap kau selalu dilindungi sang Maha Suci. Meski sekarang tak ada aku disisi, yakinlah bahwa disebelahmu ada sekeping hati, yang akan setia menemanimu disetiap langkah kaki.

Dia (hati) itu milikku, jangan kau usir karena dia bukan tamu. Rumahnya memang disitu, didekapanmu. Selalu, hingga waktu tak lagi berlalu.

Siapa dirimu dan dimana keberadaanmu sekarang? Apa kau dilangit bersama bintang? Jika iya, aku pastikan kau yang paling terang. Apa mungkin kau yang hadir setelah hujan bosan berdendang? Kalau iya, aku yakin kau pelangi yang berwarna kuning. Apa iya kau telah pergi bersama senja yang setiap sore menghilang? Lalu muncul dikala malam dengan sinar benderang.

Jika benar kau bulan maka aku rela pagikan malam-malamku yang panjang, hanya untuk menatapmu dari kejauhan, sembari berdoa agar sinarmu janganlah cepat menghilang. Tapi kau membalas kasih, kau tak ingin melihatku membeku oleh dinginnya embun malam, dengan segera kau menyuruh mentari datang menjemputmu pulang.

Begitulah sedikit yang aku tahu tentang balas budi atau kebaikan, tak pernah bertepuk sebelah tangan. Bila yang satu rela berkorban untuk secercah kebahagiaan, satunya tak akan rela bila pengorbaan berujung luka yang menyakitkan. Jika yang satu rela dalam penantian tak berkesudahan, seharusnya yang satu rela menunggu dalam kesepian. Kalau yang satu rela menahan rindu berkepanjangan, rasanya tak adil kalau rindu dipikul sendirian.

Dimana dirimu, aku ingin membagi rindu bersamamu. Tapi sudahlah, mungkin ini terlalu berat untukmu. Aku lebih tak rela bila kau memikul beban ciptaanku, aku tak senaif itu. Aku yang menciptakan, biarlah aku yang menanggungnya sendirian. Aku mampu selalu, hingga waktu tak lagi berlalu.

Tugasmu hanyalah memandang langit, menerima kasih yang aku titip. Kewajibanmu hanyalah sujud, memintaku kepadaNYA yang tak berwujud. Ingat.. janganlah berteman dengan rindu, tetapi bertemanlah dengan sajadah dan mukenamu.

Segala yang bermula pasti berujung, sama seperti suratku yang telah tiba dipenghujung. Sebenarnya masih banyak hal yang ingin aku tuangkan, tapi biarlah sampai disini agar kau membacanya tanpa rasa bosan.

Mengakhiri suratku ini, kembali diiringi sebuah doa suci, semoga kau selalu terlindungi. Izinkanlah aku memohon diri, untukmu selamat membaca dan menghayati. Aku harap hari-harimu berwarna-warni seperti pelangi, yang hadir setelah hujan menyirami bumi. Indah selalu, hingga waktu tak lagi berlalu.

Sekian dan Terima Kasih

Karya : Ahmad Samiun

3 comments:

  1. Penantian yang panjang,jangan putus asa bila ada hal yg tidak sesuai keinginan kita sebab jika yg kita inginkan semuanya terkabul, lantas dari mana kita akan belajar sabar?
    Jika sosok itu cepat datang kepadamu lantas darimana kamu akan tahu rasanya merindu?
    .
    .
    Percayalah, semua akan indah pada waktunya.
    Akan ada bahagia diujung penantianmu...

    Mantap bat👍
    Lanjutkan...

    ReplyDelete
  2. Siap bat..

    Saya kehabisan kata2..
    Cuman tersisa satu kata indah.. Terimakasih, dari lubuk hati terdalam.
    Motivasimu menguatkanku.

    ReplyDelete